Cinta di Hari Ulang Tahun
Hari ini cuaca sedang cerah-cerahnya. Panggil saja aku Arum, gadis yang tengah duduk di bangku SMA kelas XI. Bulan ini merupakan bulan ketiga aku berada di kelasku, tentulah kami semua sudah beradaptasi satu sama lain. Kini aku, Ira, Hida dan Inda tengah bersahabat baik dan dekat. Ira adalah temanku semenjak kecil, kami selalu bersekolah di sekolah yang sama dan rumah kami pun bersebelahan. Hida dan Inda sendiri teman Ira saat duduk di kelas XI, di kelas kami duduk berdekatan.
“Hai, Rum”, sapa Kak Kukuh. “Hai juga, Kak. Tumben sendirian? Kak Fetra sama Kak Odi kemana?”, tanyaku sambil kami berjalan menuju ke dalam sekolah. “Biasa, mungkin mereka telat lagi”, jawabnya dengan tersenyum. Kak Kukuh, kakak kelas yang ramah dan juga baik hati. Kami berhubungan baik semenjak dia pernah membimbingku di kelas ospek dulu. “Nanti dilanjut lagi di kantin ya, Bye…”, ucap Kak Kukuh sabil berlalu masuk kelasnya. Aku hanya membalasnya dengan senyuman. Banyak teman yang menganggapku beruntung bisa dengan ketiga orang tersebut, karena ketiga orang tersebut adalah bintang di sekolahku. Aku juga menjadi tempat curhat bagi mereka.
“Telat lagi?”, tanyaku pada Kak Fetra dan Kak Odi saat kami tengah berkumpul di kantin. “Hampir, Odi nih yang lama. Mandi aja setengah jam”, jawab Kak Fetra. “Wajarlah, kan aku harus jaga penampilan”, ucap Kak Odi dengan PDnya. “Rum, nanti jangan lupa nonton aku sparing basket ya. Ini tiketnya, aku jemput jam 2 nanti”, kata Kak Kukuh sambil memberiku selembar tiket. “Siap”, jawabku. “Ehem, gitu ya sekarang”, “Ada yang lagi PDKT, Di”, goda Kak Fetra dan Kak Odi. “Kalian berdua kan bisa beli tiket sendiri”, ucap Kak Kukuh sambil manyun. Aku hanya bisa tertawa melihat tingkah mereka bertiga.
Jam 2 siang tepat, aku tengah duduk di teras rumah menunggu Kak Kukuh. Hingga berhentilah sebuah mobil berwarna silver tepat di depan pintu pagar. “Kok diam? Ayo”, ucap Kak Kukuh yang hanya kelihatan kepalanya. Sepanjang siang hingga sore, entah mengapa aku merasa begitu nyaman bersamanya. “Capek ya?”, tanyaku sambil menawarinya minum. “Terima kasih, kok aku belum ketemu Odi sama Fetra ya?”, tanyanya heran. “Tadi Kak Fetra sama kak Odi pamit pulang dulu, entah kenapa”, jawabku. “Begitu ya, kalau begitu kita ke cafe aja, sekalian cari tempat untuk mengobrol”, ajak Kak Kukuh. Aku hanya tersenyum tanda mengiyakan. Kak Kukuh bercerita banyak hal, tentang dia yang diselingkuhi, dia yang begitu benci kepada mantannya, dan banyak hal. Namun dia berkata dia telah mmenemukan obat lukanya, sayang dia tak menyebutkan namanya. “Terima kasih untuk hari ini ya, Rum”, katanya. “Harusnya aku yang berterima kasih atas semuanya hari ini”, kataku tersipu. “Tak perlu sungkan, sampai besok di sekolah ya”, ucapnya. Aku melihat mobilnya yang perlahan menjauh.
Semakin hari kami berdua semakun dekat, tak hanya menghabiskan waktu berempat, kami juga sering menghabiskan waktu berdua. Entah aku yang menenani Kak Kukuh berlatih basket atau sekedar menemaniku pergi ke toko buku. Hingga pada suatu hari, tanggal menunjukkan angka 19 April. “Kayaknya besok ada yang ulang tahun”, goda Kak Fetra saat kami tengah berada di sebuah cafe. “Siapa ya, siapa ya…”, Kak Kukuh nenimpali. “Apa sih…”, ucapku sembari memukul lengan kedua orang tersebut. Sesampainya di rumah, aku langsung menuju ke kamar. “Besok ulang tahunku yang ke 17 ya, apa besok aku harus lewati ulang tahunku tanpa Mama dan Papa lagi?”, tanyaku dalam hati. Beberapa tahun ini memang aku jarang merayakannya bersama kedua orangtuaku karena mereka selalu sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Tak terasa mataku terpejam dan aku pun tertidur. “Tok… Tok… Tok”, suara ketukan pintu membangunkanku. “Ini kan masih jam 00.01 pagi, ada apa Bi?”, teriakku yang berfikir bahwa yang mengetuk pintu adalah Bi Inah. Saat ku buka pintu kamarku, “Happy birthday!”, teriak Kak Kukuh, Kak Fetra, Kak Odi, Ira, Bi Inah, dan aku melihat kedua orangtuaku disana. Aku begitu terharu hingga aku tak bisa berkata-kata. “Mama dan Papa sengaja pulang hari ini karena kami tahu hari ini adalah hari ulang tahunmu yang ke 17″, ucap Papa lalu memelukku. “Terima kasih, Pa, Ma”. Lalu aku meniup lilin di 3 kue tart yang mereka bawa.
Acara berlangsung hingga pagi hari, karena hari itu adalah hari Minggu. “Semua mohon diam. Ada seseorang yang ingin bicara, silahkan”, Kak Odi mempersilahkan seseorang untuk bicara. Dan aku melihat Kak Kukuh berjalan mendekat ke arahku. “Jadi, aku rasa ini waktu yang tepat. Di depan sahabatku, di depan Mama dan Papamu, dan di depan semua orang”, kak Kukuh berhenti sebentar. “Aku sebenarnya menyayangimu semenjak kita pertama bertemu. Aku juga meminta izin Tante dan Om untuk menjaga Arum…”, ucap Kak Kukuh. Aku melihat ke arah Papa dan Mamaku, mereka berdua mengangguk perlahan dan tersenyum. “Aku juga sayang Kak Kukuh”, kataku terharu. Kemudian Kak Kukuh mengeluarkan sebuah kalung yang berliontin huruf A dan K dan memasangnya di leherku. “Terima kasih Kak”, kataku sambil memeluk Kak Kukuh dan dibalas pelukannya. Hari itu aku begitu bahagia, orang yang ku sayang berada disini semua, dan Kak Kukuh adalah kado terindah di ulang tahunku yang ke 17.
0 Komentar untuk "Cerpen Cinta"